2 Contoh Teks Editorial Panjang dan Terbaru 2022, Lengkap dengan Strukturnya

- 27 November 2022, 10:48 WIB
2 Contoh Teks Editorial Panjang dan Terbaru 2022, Lengkap dengan Strukturnya
2 Contoh Teks Editorial Panjang dan Terbaru 2022, Lengkap dengan Strukturnya /Pixabay.com/652234 /

SUDUTBATAM.COM - Berikut adalah dua teks editorial panjang dan terbaru 2022.

Contoh teks editorial panjang dan terbaru 2022, lengkap dengan strukturnya dan dapat dijadikan sumber refrensi belajar.

Pengertian teks editorial merupakan salah satu teks yang berisikan pendapat pribadi dari redaksi terhadap suatu isu yang sedang terjadi.

Isu atau masalah aktual di dalam teks editorial itu dapat berupa masalah politik, sosial, maupun masalah lainnya

Adapun contoh teks editorial yang dapat dijadikan bahan refrens belajar adalah sebagai berikut.

Baca Juga: Contoh Teks Amanat atau Pidato Pembina Upacara Hari Senin, Singkat dan Penuh Makna

Contoh 1

Pernyataan Pendapat

Titik akhir pandemi COVID-19 semakin dekat. Begitu kira-kira kesimpulan dari penilaian terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis tengah pekan ini.

Dengan melihat angka kematian akibat COVID-19 dan penambahan jumlah kasus baru yang turun signifikan di seluruh dunia, selama sepekan ini, WHO menilai dunia kini sedang menuju garis finis pandemi.

Argumentasi

Pertanyaannya, siapkah kita ketika pandemi betul-betul berakhir? Saat pandemi dinyatakan selesai, artinya semua pelarangan dan pembatasan yang selama ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus korona juga tidak akan ada lagi.
Warga dunia mungkin kembali menjalani kehidupan seperti ketika COVID-19 belum muncul, sedangkan virusnya sebetulnya tidak pernah benar-benar hilang.

Siapkah kita? Jika kita bicara dalam konteks Indonesia, sedikitnya ada tiga isu pokok yang mesti menjadi perhatian sebelum menjawab pertanyaan itu.

Yang pertama, kiranya kita perlu memikirkan bagaimana agar perilaku, kebiasaan, dan budaya berkesehatan yang sudah terbentuk di masyarakat selama pandemi dapat dilanggengkan hingga nanti selepas pandemi.

Disiplin tinggi terhadap protokol kesehatan, menjalankan pola hidup sehat, dan responsif terhadap perubahan dalam berbagai aspek, menjadibeberapa contoh budaya yang sudah terbangun dan semestinya tidak berhenti ketika pandemi berakhir.

Sungguh sia-sia pengorbanan kita selama ini bila kebiasaan-kebiasaan baik itu ikut lenyap seiring dengan kelarnya pandemi.

Dalam konsep berkehidupan dalam kenormalan baru (new normal) pun ujian sesungguhnya bukan ketika pandemi masih berlangsung, melainkan masa pasca pandemi.

Baca Juga: Contoh Teks Amanat Pembina Upacara Pesan untuk Siswa Agar Menjahui Narkoba

Kenormalan baru ialah norma baru yang memang tercipta pada saat pandemi.

Eksekusinya pun pada waktu itu lebih mudah karena ditopang oleh pembatasan-pembatasan yang diregulasikan.

Tantangannya ialah bagaimana agar konsep new normal itu tidak ditinggalkan atau sekadar menjadi artefak sisa peninggalan masa pandemi.

Kenormalan baru mesti dapat diimplementasikan terus-menerus meskipun tidak ada lagi perangkat aturan yang menyokongnya.

Pada sisi yang lain, peran negara juga teramat penting. Dampak mengerikan dari penyebaran COVID-19 selama 2,5 tahun terakhir ini sedikit banyak telah membuka mata kita betapa pemerintah sesungguhnya belum terlalu siap menghadapi gelombang serbuan patogen dalam skala masif. Kebijakan dan infrastruktur kesehatan terbukti kepayahan merespons hantaman virus yang seketika menggila.

Belajar dari pandemi ini, penguatan infrastruktur kesehatan harus menjadi perhatian utama pemerintah.

Skala fokus, anggaran, dan prioritas untuk pengembangan infrastruktur kesehatan sudah saatnya mulai disejajarkan dengan pembangunan infrastruktur krusial lain seperti pendidikan dan transportasi.

Pernyataan Ulang Pendapat

Kita tidak tahu patogen apalagi selanjutnya yang akan mewabah di masa depan. Infrastruktur ialah salah satu prasyarat yang mesti disiapkan untuk menghadapi musuh tak kasatmata itu.

Infrastruktur kesehatan ibarat fondasi yang akan memudahkan pemerintah dalam mengambil kebijakan terkait mitigasi, pencegahan, dan penanganan pagebluk di masa mendatang.

Tidak kalah penting untuk disorot bahwa pandemi COVID-19 ini merupakan momentum membangun sekaligus memperkuat kemandirian vaksin.

Ancaman wabah tidak akan hilang sampai kapan pun. Hal yang bisa dilakukan ialah menekan penyebarannya, salah satunya dengan memperkuat proteksi diri melalui vaksinasi.

Karena itu, ketika bangsa ini bisa menghasilkan vaksin sendiri, tanpa harus bergantung pada negara lain, sesungguhnya itu ialah tangga pertama menuju kemenangan melawan pandemi dan ancaman wabah.

Contoh 2

Pernyataan Pendapat

Dunia di ambang resesi. Sejumlah pengamat ekonomi, Bank Dunia, maupun Dana Moneter Internasional (IMF) telah melihat potensi ke arah itu.

Indikatornya, kata mereka, antara lain semakin melambatnya perekonomian di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat, sebagian wilayah Eropa, dan Tiongkok.

Baca Juga: Contoh Teks Amanat Pembina Upacara Pesan untuk Siswa Agar Menjahui Narkoba

Selain itu, inflasi yang bergerak cepat di sejumlah negara juga berpotensi memperparah krisis.

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyebut roda perekonomian di wilayah Eropa melambat karena harga gas alam melonjak sebagai dampak konflik Rusia-Ukraina.
Sementara itu, perlambatan ekonomi Tiongkok terjadi akibat kebijakan zero COVID policy dan volatilitas (melonjaknya harga) di sektor properti.

IMF memprediksi sekitar sepertiga dari ekonomi dunia akan mengalami kontraksi setidaknya dua kuartal berturut-turut tahun ini dan tahun depan.

Itu artinya, resesi global membayang di depan mata. Dunia pun menghadapi era kegelapan ekonomi.

Argumentasi

Pada The 1st Joint Finance and Agriculture Ministers Meeting di Washington DC, Amerika Serikat, Selas malam waktu setempat atau Rabu WIB, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menyampaikan hal yang kurang lebih senada.

Dia menyebut krisis pangan akan menghampiri dunia dalam kurun waktu 12 bulan ke depan.

Kondisi itu, kata dia, diperparah dengan ketersediaan pasokan pupuk sebagai dampak konflik Rusia-Ukraina.

Dalam menyikapi hal tersebut, Presiden Jokowi memerintahkan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) untuk membuat kajian yang cepat tentang antisipasi yang dapat dilakukan pemerintah dalam melakukan mitigasi krisis energi, pangan, dan keuangan, baik makro maupun mikro.

Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto dalam kanal Youtube Sekretariat Presiden, kemarin, mengatakan Presiden mendorong lembaganya untuk fokus melakukan kajian dalam lima hal, yaitu konsolidasi demokrasi, transformasi digital, ekonomi hijau, ekonomi biru, dan Ibu Kota Negara (IKN).

Titah Presiden ini tentu harus dilaksanakan sungguh-sungguh. Pemerintah memang harus punya cetak biru untuk mengantisipasi krisis, sehingga dapat mengambil sejumlah langkah yang tepat.

Berbeda halnya ketika pandemi COVID-19, di saat seluruh negara tidak siap, kali ini sejumlah lembaga internasional maupun para pakar telah memberi warning tentang ancaman resesi global.

Peringatan ini tentu harus ditindaklanjuti dengan menyiapkan sejumlah langkah strategis yang melibatkan sejumlah instansi/lembaga terkait.

Selain membuat kajian untuk memitigasi risiko di tengah ketidakpastian ini, langkah lain yang diperlukan ialah meningkatkan kolaborasi, baik di tingkat nasional maupun global. Seperti halnya saat pandemi, tidak ada satu pun negara yang bisa menghindar dari situasi sulit itu.

Apalagi di era inflasi dan suku bunga tinggi seperti sekarang ini, tentu dibutuhkan adanya kerja sama di antara negara-negara di dunia. Sikap egois akan membuyarkan semua upaya keluar dari kondisi yang oleh para pengamat disebut sebagai perfect long storm (badai panjang yang sempurna).

Di dalam negeri, seluruh elemen bangsa juga harus merapatkan barisan. Apalagi antarinstansi pemerintah. Tidak boleh ada ego sektoral, baik di antara kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah.

Tiap-tiap kepala daerah harus mampu membangun situasi sosial dan politik yang kondusif untuk menjaga stabilitas ekonomi, terutama dengan menekan laju inflasi, menjaga pasokan dan ketersediaan pasokan pangan maupun energi.

Selain menjaga stabilitas, langkah lain yang diperlukan ialah berhemat. Kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah harus mengencangkan ikat pinggang. Kurangi anggaran untuk proyek-proyek yang tidak perlu. Lebih baik dana itu disimpan untuk membantu masyarakat bila krisis betul-betul terjadi.

Pernyataan Ulang Pendapat

Sejauh ini, Indonesia memang belum terdampak krisis. Direktur Pelaksana IMF bahkan mengapresiasi Indonesia yang bisa meraih pertumbuhan ekonomi tinggi di tengah kondisi dunia yang berat.

Indonesia, kata dia, ibarat titik terang di tengah kondisi ekonomi global yang memburuk. Namun, pujian ini jangan membuat kita lengah dan terlena.

Kewaspadaan dan kehati-hatian perlu agar kita tidak terombang-ambing dan tenggelam dalam badai.***

Editor: Niken Nurfujitania


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x