Kesepakatan FIR Indonesia-Singapura, Apa Untungnya?

- 27 Januari 2022, 20:07 WIB
Presiden Joko Widodo menyampaikan pernyataan pers bersama PM Singapura di Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.
Presiden Joko Widodo menyampaikan pernyataan pers bersama PM Singapura di Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. /BPMI Setpres/

SUDUTBATAM.COM - Indonesia dan Singapura, menunjukkan komitmen memperkuat kerja sama pelayanan dan keselamatan penerbangan dengan menyepakati perjanjian penyesuaian pelayanan ruang udara atau Flight Information Region (FIR).

 

Kesepakatan ini diyakini menguntungkan Indonesia secara ekonomi dan pertahanan nasional.

 

Kesepakatan bilateral penyesuaian FIR 'Agreement on the realignment of the boundary between Jakarta FIR and Singapore FIR' telah ditandatangani Menteri Perhubungan (Menhub) RI, Budi Karya Sumadi, dengan Menteri Transportasi Singapura, S. Iswaran, yang disaksikan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong, pada Selasa, 25 Januari 2022 lalu di Pulau Bintan, Kepulauan Riau.

 

Namun, belum banyak diketahui apa saja dampak yang ditimbulkan dari kesepakatan penyesuaian FIR bagi Indonesia.

 

Terkait hal ini, Pengamat Penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (JAPRI), Gerry Soejatman, dikutif dari Infopublik.id, mengungkapkan, bahwa perjanjian kerja sama FIR Indonesia-Singapura akan menimbulkan dampak ekonomi yang menguntungkan Indonesia, serta berpengaruh terhadap pertahanan Indonesia.

 

Gerry menjabarkan bahwa bagi maskapai nasional maupun asing, kesepakatan bilateral FIR Indonesia-Singapura tidak memberikan dampak secara langsung. Tidak akan ada perubahan langsung yang mempengaruhi pelayanan lalu lintas udara, dan kesepakatan ini merupakan langkah awal dari banyak langkah-langkah yang harus dilakukan bersama oleh Indonesia dan Singapura.

 

"Adapun yang berbeda, dalam hal pengendalian di sektor Natuna, serta akan ada penambahan penghasilan dari pungutan biaya pelayanan navigasi/lalu-lintas udara di sektor tersebut," jelas Gerry Soejatman.

 

Lebih lanjut, Gerry mengatakan bahwa masing-masing negara perlu mempersiapkan semuanya, dan setelah dua-duanya siap, sepakat untuk bersama-sama ke ICAO guna melakukan FIR realignment tersebut.

 

Pengamat penerbangan itu juga menyampaikan, masih ada wilayah yang didelegasikan kendalinya ke Singapura untuk kebutuhan kelancaran pelayanan lalu lintas udara keluar-masuk Singapura. Sektor A dan B (kira-kira Batam dan Bintan) yang sekarang berada dalam FIR Singapura, akan berubah menjadi sektor yang didelegasikan dari Indonesia ke singapura untuk pelayanannya.

 

"Untuk sektor A dan sektor B, pengendalian lalu lintas dilakukan oleh Singapura tetapi dengan pengamatan/observasi langsung oleh pihak Indonesia di meja pengendali. Adapun biaya navigasi yang tadinya hanya dibebankan di sektor A, sekarang akan meliput sektor B, pendapatannya dipungut oleh Singapura tapi 100 persen diberikan ke Indonesia, sama/mirip dengan sebelumnya, kecuali penambahan sektor B dan sektor Natuna," ucap Gerry.

 

Namun, Gerry mengingatkan bahwa perubahan terbesar adalah pengendalian ruang udara di atas Natuna yang diserahkan ke Indonesia. Sebelumnya, wilayah itu dikendalikan oleh Singapura dan sebagian di delegasikan oleh Singapura ke Malaysia. Tetapi pada ahirnya, Sektor ini nantinya sepakat akan dikendalikan Indonesia.

FIR Realignment ini, juga bersamaan dengan perjanjian pertahanan (Defence cooperation agreement/DCA) baru antara Indonesia dan Singapura.

 

Hal itu penting, karena kekhawatiran yang timbul oleh beberapa negara jika sektor ruang udara Natuna dikendalikan oleh Indonesia (DCA) yang sudah kedaluwarsa, akan menghasilkan penurunan kemampuan dan koordinasi pertahanan regional terhadap "ancaman bersama".

 

DCA yang baru, menjamin kerja sama pertahanan regional antara Indonesia dan Singapura pascadiopernya pengendalian ruang udara sektor Natuna. Adanya kerja sama perjanjian tersebut, juga menguntungkan Indonesia dari sisi pertahanan, sekarang (setelah realignment disetujui ICAO), Indonesia bisa mengendalikan langsung ruang udara di atas Natuna sehingga mempermudah pelaksanaan penyergapan penerbangan yang melintasi wilayah tersebut tanpa ijin yang cukup.

 

Gerry menambahkan bahwa pihak AirNav Indonesia, selaku pihak yang akan memberikan layanan navigasi penerbangan juga sudah menyiapkan fasilitas dan pelatihan, untuk siap melakukan pengendalian ruang udara di sektor yang akan dioper ke Indonesia.

 

"Kini tinggal menunggu pengajuan FIR realignment ke ICAO oleh Indonesia dan Singapura, dan persetujuan oleh ICAO," imbuhnya.

 

Sebelumnya, Direktur Utama AirNav Indonesia, Polana B. Pramesti, telah menyatakan kesiapannya dalam memberikan layanan navigasi penerbangan pasca penandatanganan perjanjian FIR Jakarta - Singapura.

 

"Kami benar-benar siap memberikan layanan navigasi penerbangan yang prima, selamat, aman dan efisien sesuai dengan standar, serta regulasi ICAO di FIR Jakarta yang telah bertambah areanya dengan realignment FIR ini," tutur Polana.

 

Lebih lanjut Polana menjabarkan bahwa AirNav Indonesia telah menyiapkan fasilitas, sumber daya manusia (SDM) dan prosedur yang telah melalui proses sertifikasi sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Adapun fasilitas navigasi penerbangan yang disiapkan antara lain; fasilitas MSSR (monopulse secondary surveillance radar) di Tanjung-pinang, Natuna dan Pontianak, ADS-B (automatic dependant surveillance-broadcast) receiver, VHF Radio termasuk VHF extended range di Matak dan Natuna, ATC system di Tanjungpinang, serta ATC simulator dan computer based training (CBT) untuk menjaga dan meningkatkan performa personel ATC AirNav Indonesia.

 

Sebagai informasi, negosiasi realignment FIR telah dilakukan Indonesia dan Singapura sejak 1990-an, sejalan dengan konvensi PBB tentang hukum internasional yang mengatur tentang laut (UNCLOS/United Nation Convention Law on Sea) 1982, Indonesia mendapat pengakuan sebagai negara kepulauan, termasuk area di sekitar kepulauan Riau.

 

Negosiasi ini baru menuju penyelesaian komprehensif beberapa tahun terakhir sesuai dengan program Presiden Joko Widodo.

AirNav Indonesia membentuk tim khusus untuk membantu proses negosiasi, maupun menangani kesiapan pemberian pelayanan navigasi penerbangan di area Realignment FIR. AirNav akan terus mendukung proses pengajuan amandemen garis batas FIR ke ICAO. ***

Editor: Fadhil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah